Makalah Politik, Pemberantasan Korupsi Dalam Sebuah Negara

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Korupsi
Menurut Fockema Andreae kata korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio atau corruptus (Webster Student Dictionary: 1960). Selanjutnya corruptio berasal dari kata asal corrumpere, suatu kata latin yang lebih tua yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, mengoyok.
Dari bahasa latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperi Inggris, yaitu Corruption, corrupt; dan Belanda, yaitu corruptie (korruptie). Kita dapat memberanikan diri bahwa dari bahasa Belanda inilah kata korupsi berasal. Menurut transparency international adalah prilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai negeri yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau rekan saudaranya dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepadanya. Perbuatan korupsi mencakup unsur-unsur :
1. Melanggar hukum yang berlaku
2. Penyalahgunaan wewenang
3. Merugikan Negara
4. Memperkaya pribadi/diri sendiri
Dalam arti luas korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi.

2.2. Sebab-sebab munculnya korupsi
Menurut Menteri Dalam Negeri Moh. Ma’ruf faktor-faktor penyebab korupsi di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 4 aspek yaitu:
1. Aspek prilaku individu, yaitu faktor-faktor internasl yang mendorongn seseorang melakukan korupsi seperti adanya sifat taka, moral yang kurang kuat menghadapi godaan, penghasilan yang tidak mencukupi kebutuhan hidup yang wajar, kebutuhan hidupa mendesak, gaya hidup konsumtif, malas atau tidak mau bekerja keras, serta tidak mengamalkan ajaran-ajaran agama secara benar.
2. Aspek organisasi, yaitu kurangya keteladanan dari pimpinan, kultur organisasi yang tidak benar, system akuntbilitas yang tidak memadai, kelemahan system pengendalian manajemen, manajeman cenderung menutupi perbuatan korusi yang terjadi dalam organisasi.
3. Aspek Masyarakat, yaitu berkaitan dengan lingkungan masyarakat dimana individu dan organisasi tersebut berada, seperti nilai-nilai yang berlaku yang kondusif untuk terjadi korupsi, adanya kesadaran bahwa yang paling dirugikan dari terjadinya praktek korupsi adalah masyarakat dan mereka sendiri terlibat dalam praktek korupsi. Selain itu adanya penyalahatrian pengertian-pengeritan dalam budaya bangsa Indonesia (ewuh pakewuh), budaya ketimuran, sowan dan lain-lain.
4. Aspek peraturan perundang-undangan, yaitu terbitnya peraturan perundang-undangan yang bersifat monopolistic yang hanya menguntungkan kerabat dan atau krono penguasa Negara, kualitas peraturan perundang-undangan yang kurang memadai, judicial review yang kuran efektif, penjatuhan sanksi yang terlalu ringan, penerapan sanksi tidak konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya bidang evaluasi dan review peraturan perundang-undangan.
Selain itu ada beberapa kondisi yang ikut menyebabkan terjadinya korupsi sebagai berikut:
1. Konsentrasi kekuasaan terpusat pada pengambilan keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat. Misalnya, sering terlihat pada rezim-rezim yang tidak demokratis.
2. Kurangnya transparasi pada level pengambilan keputusan pemerintah.
3. Kampanye-kampanye politik yang mahal dengan pengeluaran dana lebih besar dari pada pendanaan politik yang normal.
4. Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam umlah besar.
5. Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan “teman lama”.
6. Lemahnya ketertiban hukum.
7. Lemahnya profesi hukum.
8. Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
9. Gaji pegawai pemerintah yang masih kecil.
10. Rakyat cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi. Sementara itu, yang gagal memberikan perhatian yang cukup pemilihan umum.
Ketidakadaannya control yang cukup untuk mencegah penyuapan atau sumbangan kampanye.

2.3. Dampak negatif korupsi
Ada berbagai dampak yang ditimbulkan dari tindakan korupsi di masyarakat. Dampak tersebut sebagai berikut :
1. Demokrasi
Korupsi merupakan tantangan serius terhadap pembangunan. Oleh karena dalam dunia politik dapat mempersulit proses demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance), yaitu dengan cara menghancurkan proses formal.
2. Ekonomi
Korupsi mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidakefisienan yang tinggi. Dalam sektor privat korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos menajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan resiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, tetapi konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga dan mengacaukan “lapangan perniagaan”. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahdan infrastruktur dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemarintah.
3. Kesejahteraan umum Negara
Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Politikus-politikus “pro bisnis” ini hanya memberikan pertolongan pada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar pada kampanye pemilu mereka.

2.4. Langkah-langkah penanggulangan korupsi
Prasyarat keberhasilan dalam pencegahan dan penanggulangan korusi adalah adanya komitmen dari seluruh strata dalam struktur organisasi, dimulai dari pimpinan tertinggi, pimpinan menengah, pimpinan terendah sampai staf atau pegawai bawahan untuk tidak melakukan tindakan tidak terpuji telah diwujudkan dalam berbagai bentuk ketetapan dan peraturan perundang-undangan.
Tetapi pemberantasan korupsi tidak cukup dilakukan hanya dengan komitmen semata karena pencegahan dan penanggulangan korupsi bukan suatu pekerjaan yang mudah.
Komitmen tersebut harus diaktualisasikan dalam bentuk strategi yang komprehensif untuk meminimalkan keempat aspek penyebab korupsi tersebut. Strategi itu mencakup aspek preventif, detektif, dan represif, yang dilaksanakan secara intensive dan terus menerus serta konsisten tanpa pandang bulu. Strategi Preventive, diarahkan untuk mencegah terjadinya korupsi dengan cara menghilangkan atau memindahkan faktor-faktor penyebab atau peluang terjadinya korupsi. Strategi Detektif, diarahkan untuk mengidentifikasi terjadinya perbuatan korupsi, Strategi Represif, dimana penanggulangan secara represif pada dasarnya merupakan tindak lanjut atas penyimpangan yang ditemukan dari langkah-langkah detektif.

Selanjutnya dalam upaya penciptaan aparatur dalam pemerintahan yang bersih dan berwibawa, Menteri Dalam Negeri Moh. Ma’ruf menekankan perlu dilakukan langkah-langkah kongkrit antara lain :
1. Pengembangan budaya politik, dengan kegiatan utama pada upaya-upaya pemantapan paham, sikap dan orientasi politik masyarakat dan bangsa kearah politik kebangsaan dan kenegaraan, yang diharapkan dapat mengatasi paham, sikap dan orientasi politik perorangan, kelompok ataupun sektarian yang sempit.
2. Mewujudkan kelembagaan yang lebih kokoh dan optimalisasi fungsi-fungsi hubungan antar lembaga eksekutif, legislative dan yudikatif serta kemasyarakatan, sejalan dengan amanat konstitusi.
3. Menyepakati kembali makna penting persatuan dan nasional dalam konstelasi politik yang sudah berubah, mewujudkan upaya rekonsiliasi nasional besera segala kelengkapan kelembagaannya, melembagakan penyelesaian konflik dan sengketa pusat daerah maupun konflik daerah-daerah melalui cara-cara damai dan dmokratis.
4. Penanganan daerah khusus rawan konflik, dengan kegiatan pokok berupa penyelesaian sisa-sisa persoalan yang masih dihadapi beberapa daerah yang dilanda konflik serta pemantauan terus menerus terhadap perkembangan situasi daerah-daerah yang berpotensi terjadinya kerawanan konflik.
5. Memantapkan kebijakan desentralisasi sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang Nomor 32 Tahun 2004;
6. Menyempurnakan peraturan perundang-undangan yang dalam penerapannya dirasakan cukup bermasalah dan menggunakan stabilitas integrasi wilayah NKRI. (Setiap peraturan yang dibuat pemerintah harus menghindari terbentuknya grey area sehingga tercipta aturan main yang jelas dan sanksi yang tegas bagi setiap pelanggarnya.);
7. Menyelenggarakan penataan kewenangan dan penyelesaian peraturan perundang-undangan terkait dengan penataan kewenangan dalam rangka mengeliminir disparitas ekonomi antar wilayah melalui program kerjasama ekonomi antar daerah;
8. Menerbitkan peraturan perundang-undangan yang mengatur dan menegaskan pola hubungan antar pemerintah daerah, agar dapat meminimalkan berbagai permasalahan;
9. Menyelesaikan standar pelayanan minimal secara koordinatif bersama-bersama dengan departeman teknis dan pemerintah daerah.
10. Menyederhanakan prosedur perijinan, penyelenggaraan investasi, pemberian pelayanan kepada masyarakat.

Selain itu setiap komponen bangsa harus memiliki kesadaran tentang bahaya korupsi. Bahaya korupsi telah dituangkan dalam konsideran Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPTPK) yang berbunyi: "Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat. Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian negara maupun dari segi kualitas.... Maka, tindak pidana korupsi telah menjadi suatu kejahatan yang luar biasa. Begitu pula dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut cara-cara yang luar biasa."
Kesadaran saja tidak cukup untuk memberantas korupsi tanpa disertai niat yang sungguh-sungguh. Hal ini harus dimiliki terutama oleh para pimpinan/pejabat pemerintah dari tingkat yang tertinggi hingga terendah karena memiliki wewenang dan kekuasaan untuk menegakkan peraturan. Param Cumaraswamy, seorang pakar hukum PBB, menganggap kurangnya kepemimpinan sebagai penyebab luasnya korupsi di Indonesia. Koruptor tidak dapat dikucilkan (isolate) tanpa tindakan tegas dari pimpinan/atasan, demikian juga pegawai yang anti korupsi tidak akan mendapat reward (idolize). Yang terjadi justru bisa sebaliknya, koruptor dilindungi (idolize) dan pegawai anti korupsi dikucilkan (isolate).

Surga korupsi adalah tempat-tempat yang tidak memiliki transparansi dan akuntabilitas. Dengan transparansi masyarakat dapat mengetahui hak dan kewajibannya serta memantau proses pemerintahan yang sedang berjalan. Akuntabilitas memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk menilai kinerja pemerintah sehingga dapat memberikan apresiasi bila kinerjanya baik ataupun memberikan kritik, saran bahkan hukuman bila kinerja pemerintah buruk. Transparansi dan akuntabilitas membatasi ruang gerak para koruptor (ignore dan isolate) dan sebaliknya mendorong aparat pemerintah bekerja lebih baik untuk memperoleh apresiasi yang positif dari masyarakat (idolize).

Sebanyak dan sebagus apapun peraturan yang dimiliki tidak akan ada gunanya bila tidak dilaksanakan secara sungguh-sungguh, konsekuen dan konsisten. Hal inilah yang terjadi di Indonesia. Penegakan hukum merupakan kelemahan utama dalam pemberantasan korupsi. Bahkan dalam proses penegakan hukum dari tahap penyelidikan, penyidikan, hingga persidangan sering tercium aroma korupsi yang kuat namun sangat sukar untuk dibuktikan. Kelemahan penegakan hukum ini sebagai contoh dapat dilihat dari berbedanya perlakuan antara koruptor kakap dan koruptor kecil misalnya pada proses penahanan ataupun vonis yang timpang.


BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Korupsi merupakan suatu permasalahan sosial yang serius yang sedang dihadapi oleh Negara ini. Korupsi merupakan penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah/pemerintahan dalam praktiknya rentan terhadap korupsi. ada kondisi-kondisi tertentu yang melatar belakangi munculnya korupsi yang antara lain konsentrasi kekuasaan terpusat pada pengambilan keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, serta lemahnya ketertiban hukum yang memudahkan pada koruptor. Dari permasalahan sosial ini jelas menimbulkan banyak efek negatife dan Negara yang antara lain adalah demokrasi, ekonomi, kesejahteraan umum Negara. Bentuk-bentuk penyalahgunaan mengkorupsi, serta prostitusi, yang sampai sekarang ini masih sangat sulit diatasi oleh Negara kita.

3.2. Saran
Pemberantasan korupsi di Indonesia harus ditangani secara menyeluruh, konsisten dan berkelanjutan oleh segenap komponen bangsa. Banyak pengalaman positif dari negara-negara lain yang dapat diadopsi oleh Indonesia dalam rangka pemberantasan korupsi. Mengingat korupsi adalah kejahatan yang luar biasa maka pemberantasannya pun harus dilakukan dengan cara-cara yang luar biasa. Semua cara, metode dan pendekatan harus ditempuh agar korupsi dapat segera diberantas atau minimal dapat dikurangi secara drastis.

DAFTAR PUSTAKA

Amir. 2009. http://azzahku.multiply.com/journal/item/3/4I_Dalam_ Pemberantasan_Korupsi, diakses 23 Desember 2009

Anonim. 2007. Pemberantasan Korupsi Tidak Cukup Hanya Dengan Komitmen Semata. http://kepriprov.go.id/id, diakses 23 Desember 2009

Hamzah, A. 2006. Pemberantasa Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada

PERC. 2009. http://www.asiarisk.com/subscribe/siindex.html,
diakses 23 Desember 2009

Transparency Internasional. 2009. Corruption Perceptions Index 2009. http://www.transparency.org/policy_research/surveys_indices/cpi/2009/cpi_2009_table, diakses 23 Desember 2009


1 Komentar

  1. bagus postingannya
    kunjungi blog saya bila berkenan
    blog tentang ekonomi
    otobiazza.blogspot.com

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak